085219924513

boutroslawfirm21@gmail.com

Penegakan Hukum Pajak, Suatu Keniscayaan bagi Pemerintah

Penerimaan Pajak untuk APBN dari tahun ke tahun selalu shortfall /defisit. Penerimaan Pajak untuk APBNP 2017 sebesar Rp 397,23 Triliun atau sebesar 2,9% terhadap PDB. Jumlah tersebut hanya kurang 0,8% dari batas maksimum yang diperbolehkan UU Keuangan Negara sebesar 3% (vide ps 12 ayat 3 dan penjelasannya, defisit APBN 2018 diperkirakan 2,7% dari PDB) jadi dengan demikian jika defisit APBN tersebut tidak ditutup dari penerimaan pajak dan atau sumber-sumber keuangan lain yang diijinkan UU, jelas cukup riskan bagi Pemerintah. Maka dalam rangka mengoptimalkan penerimaan pajak tersebut 1 Juli 2016 – 31 Maret 2017 Pemerintah mengadakan Tax Amnesty yang kemudian dengan PP 36/2017 WPOP maupun Badan yang kurang atau belum mengungkapkan harta bersih yang diperolehnya dalam periode 1 Januari 1985 s/d. 31 Desember 2015 masih menjadi milik WP dalam surat Pernyataan pada waktu masa pengampunan pajak berakhir 31 Maret 2017 masih diberi kesempatan untuk memperbaiki laporannya dengan dikenakan tarif final untuk WP badan 25% untuk WP OP 30% untuk WP tertentu 12,5%. Kondisi tahun pajak 2021 dan 2022 sudah berbeda karena pada tahun anggaran 2021 dan 2022 penerimaan pajak tidak shortfall /defisit melainkan mencapai target. Untuk tahun anggaran 2021 yang lalu penerimaan pajak mencapai Rp 1.231,87 Triliun atau 100,19% melebihi target yang ditentukan, sementara tahun anggaran 2022 penerimaan pajak melebihi dari target yang ditentukan yaitu mencapai Rp 2.034,54 Triliun atau 114,01%.

Dari fakta terurai diatas jelas untuk menumbuhkan / meningkatkan kepatuhan pembayar pajak / wajib pajak ditahun 2018 dst bagaimanapun Pemerintah Indonesia harus masuk kedalam era penegakan hukum pajak dan menjalankan keputusan konvensi internasional tentang Automatic Exchange of Information (AEol) melalui UU no. 9/2017 tentang akses informasi keuangan untuk kepentingan Perpajakan. Dimana inti dari UU tersebut ialah memberi wewenang penuh kepada Dirjen Pajak untuk mengakses informasi keuangan konkritnya saldo simpanan / giro nasabah di bank dan atau LKBB tentu dengan maksud dan tujuan membandingkan posisi keuangan nasabah seperti tercermin di saldonya dengan pembayaran pajak penghasilannya (ps 2 dan 7 UU no. 9/2017). Dengan adanya keputusan konvensi internasional AEol dan UU akses informasi keuangan tersebut dan kesiapan organisasi DJP mengeksekusi peraturan melalui pembentukan tiga direktorat baru diakhir 2016 yaitu Direktorat Intelejen, Direktorat Perpajakan Internasional & Direktorat Penegakan Hukum bahkan diam-diam Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sudah minta bantuan Polri untuk memanggil para penunggak pajak (Kompas, 29 Desember 2017) dan didepan media secara terbuka beliau mengakui bahwa realisasi penerimaan pajak sepanjang 2017 tidak memenuhi target APBNP. Untuk mencegah kegagalan ini kembali terulang, pemerintah akan memastikan perangkat hukum untuk mempersempit ruang gerak pengemplang pajak (Kompas, 3 Januari 2018 jo. Kompas, 30 Juni 2022 jo. Kontan.co.id 20 November 2023) sehingga sekarang hampir tidak ada lagi tempat bagi wajib pajak untuk sembunyi dari kewajiban membayar pajaknya. Dalam hal ini kita diingatkan pada kata-kata negarawan AS Benjamin Franklin (1706-1790) “in this world nothing can the said to certain, except death and taxes” (“didunia ini tidak ada yang pasti, kecuali kematian dan pajak”).

Walau dalam arti tertentu kebijakan akses informasi keuangan tersebut diatas dapat dikatakan sebagai “kontroversi” atau bahkan bertentangan dengan dua prinsip hukum yaitu prinsip kerahasiaan bank dan prinsip self assesment namun hal ini tidak dalam konteksnya untuk dibicarakan disini. Yang perlu dan penting bagi masyarakat pembayar pajak / wajib pajak yang cerdas & bijak saat ini adalah melakukan tata kelola/manajemen perpajakannya dengan baik dan benar sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku satu dan lain alasan untuk menghindari tindakan law enforcement dari otoritas pajak.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Search

Popular Posts

  • Ambang Batas Diturunkan, Pemerintah Sasar Lebih Banyak UMKM Kena Pajak

    Sumber : https://nasional.kontan.co.id/news/ambang-batas-diturunkan-pemerintah-sasar-lebih-banyak-umkm-kena-pajak Ambang batas omzet umkm yg dulu 4,8 m akan diturunkan jadi 3,6 m karena pemerintah ingin menyasar pajak pada lebih banyak umkm. Tarif pajak umkm selama ini 0.5% final (dgn catatan ada batas waktu: umkm PT 3 tahun, umkm badan selain PT 5 tahun, umkm OP 7 tahun pajak terhitung sejak terdaftar…

  • Petrus Loyani: Bukan Hanya Rp 600 Triliun, Ada Ribuan Triliun Pajak yang Berpotensi Diperoleh

    Praktisi perpajakan dari Tax Lawyer Office Boutros & Co, Petrus Loyani, menyambut baik pernyataan Hasyim Djoyodiningrat terkait potensi penerimaan pajak senilai Rp600 triliun yang diungkapkan kepada Presiden terpilih Prabowo Subianto. Meski begitu, Loyani menekankan bahwa bukan sekadar nominal Rp600 triliun yang menjadi sorotannya, tetapi efektivitas penegakan hukum dalam pemeriksaan pajak yang selama ini dinilai mangkrak.…

  • Penegakan Hukum Pajak, Suatu Keniscayaan bagi Pemerintah

    Penerimaan Pajak untuk APBN dari tahun ke tahun selalu shortfall /defisit. Penerimaan Pajak untuk APBNP 2017 sebesar Rp 397,23 Triliun atau sebesar 2,9% terhadap PDB. Jumlah tersebut hanya kurang 0,8% dari batas maksimum yang diperbolehkan UU Keuangan Negara sebesar 3% (vide ps 12 ayat 3 dan penjelasannya, defisit APBN 2018 diperkirakan 2,7% dari PDB) jadi…

Categories

Tags